Ombudsman RI Proses Laporan Dugaan Malaadministrasi dalam PHK TPP Desa

Ombudsman Republik Indonesia tengah memproses laporan dugaan malaadministrasi terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.040 Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa oleh Kementerian Desa. Laporan ini diajukan oleh para pendamping desa yang merasa dirugikan atas keputusan PHK tersebut. Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kasus ini.
“Karena ini laporan atau pengaduan, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan,” kata Robert dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (6/3). Ia menambahkan bahwa proses pemeriksaan akan melibatkan pemanggilan berbagai pihak terkait, termasuk Menteri Desa, Yandri Susanto, serta pihak-pihak lain yang dianggap perlu. “Kami akan menggali informasi, klarifikasi, dan pada akhirnya menerbitkan laporan hasil pemeriksaan,” jelasnya.
Robert menegaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan nantinya akan menentukan apakah dugaan malaadministrasi dalam kasus ini terbukti atau tidak. “Di laporan hasil pemeriksaan ini akan terlihat terbukti tidak dugaan malaadministrasinya. Karena ini soal pelayanan publik dan hubungan kerja, jika terbukti, Ombudsman akan menjelaskan bentuk malaadministrasinya,” ujar Robert. Ia juga menekankan bahwa Ombudsman akan bersikap transparan dan objektif dalam menangani kasus ini.
Sementara itu, perwakilan Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia), Hendriyatna, menyatakan bahwa kontrak kerja 1.040 TPP Desa seharusnya masih berlaku hingga Desember 2025. “Kontrak mereka seharusnya masih berjalan hingga akhir 2025. PHK yang dilakukan secara sepihak ini jelas merugikan dan tidak sesuai dengan perjanjian awal,” ujar Hendriyatna. Ia menambahkan bahwa keputusan PHK ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pendamping desa, yang selama ini telah berkontribusi besar dalam pembangunan desa.
Hendriyatna juga mempertanyakan alasan di balik keputusan PHK tersebut.
Menurutnya, TPP Desa memiliki peran penting dalam mendukung program-program Kementerian Desa, termasuk dalam pelaksanaan Dana Desa. “Mereka adalah ujung tombak pembangunan desa. PHK ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengganggu kelancaran program-program desa,” tegas rans4d.
Ombudsman RI berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan. Robert menjelaskan bahwa pihaknya akan memastikan semua fakta dan bukti terkait kasus ini dikumpulkan dan dianalisis dengan cermat. “Kami akan memastikan bahwa proses pemeriksaan berjalan sesuai dengan prosedur dan prinsip keadilan,” ujarnya. Ia juga mengimbau semua pihak untuk bersabar dan memberikan ruang bagi Ombudsman untuk bekerja secara profesional.
Kasus ini menimbulkan sorotan publik, terutama karena melibatkan nasib ribuan tenaga pendamping desa yang selama ini berkontribusi dalam pembangunan di tingkat akar rumput. Banyak pihak menilai bahwa PHK sepihak ini dapat berdampak negatif terhadap program-program pembangunan desa yang sedang berjalan. “Kami berharap Ombudsman dapat memberikan solusi yang adil bagi para TPP Desa,” ujar seorang aktivis pembangunan desa.
Dengan proses pemeriksaan yang sedang berjalan, diharapkan kasus ini dapat segera diselesaikan dan memberikan keadilan bagi para TPP Desa. Ombudsman RI juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang konstruktif kepada Kementerian Desa untuk mencegah terjadinya malaadministrasi serupa di masa depan. “Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan berharap ada keadilan bagi para pendamping desa,” tutup Hendriyatna.